Selamat malam para haters.
Baiklah, pada kesempatan kali ini gue ngga mau share keresahan gue terhadap suatu hal atau cerita tentang kebodohan indah gue. Tapi pada kesempatan kali ini gue bakal nyoba nulis cerpen. Wueess, tepuk tangan dulu dong (prok prok prok). Sekedar pemberitahuan aja, cerpen ini adalah pesenan dari seorang pengunjung setia blog ini. Dan ngga mungkin gue sebutin namanya karena ini adalah privasi. Yang jelas dia adek kelas gue semasa SMA dan juga pernah pacaran sama temen gue. Inisialnya Fatma. Oke langsung aja begini cerita pendeknya.
Pada suatu malam, hujan turun deras. Didalam kamarnya tampak Fera sedang melamun. Malam itu ia mengenakan t-shirt ketat berwarna putih yang tembus pandang. Dia juga mengenakan celana hokband berwarna cream, sesuai dengan warna kulitnya. Ditengah lamunannya tiba-tiba datang seorang pria bernama Feri didalam kamarnya. Mereka saling beradu mata. Tangan feri menyentuh tangan fera, kemudian mereka berpelukan. Feri melumat bibir fera. Kemudian fera membalas ciuman feri. Mereka berpelukan saling berciuman. Ups, ini cerita pendek apa cerita seks?!! Hahaha. Maap kawan.
Di suatu sore, hujan turun amat deras. Didepan gerbang SMA tampak Mimi sedang duduk sendirian di gerbang. Dia duduk sembari menatap butiran air hujan. Ia sangat berharap akan ada angkot yang lewat supaya ia cepat pulang. Atau setidaknya ia berharap akan ada pangeran tampan yang datang menghampirinya kemudian mengantar ia pulang. Ia terus melamun menatap butiran air hujan sambil bernyanyi lagu balonku ada lima dengan huruf konsonan O. Baginya ini adalah hal yang menarik dan penuh tantangan. Ia memang selalu melakukan hal aneh saat ia sedang sendirian. Bahkan pernah pada suatu hari saat ia sedang duduk sendirian di kamarnya, ia menari balet sambil bernyanyi lagu kereta malam.
Ditengah lamunanya, tiba-tiba Mimi dikejutkan oleh suara seorang pria yang tampak basah dengan membawa motor CBRnya. Ia mengenakan hidung yang mancung, mata yang sipit dan juga memakai bibir yang sensual. Sangat sesuai dengan selera para gay.
"Aduh, ujannya kok engga berenti berenti ya?" Ucap si pria.
"Iya, jantung gue juga ngga berenti-berenti" ucap Mimi lirih.
"Eh, apa? Barusan lo bilang apa?"
"Ah, enggak. Engak papa kok"
Gilaaa. Ini cowok ganteng banget. Tuhan hari ini lagi baik ternyata. Belum ada lima menit gue berhenti doa. Tiba-tiba doa gue langsung dikabulin ucap Mimi dalam hati sembari menggigit kuku,
jempol kakinya.
"Lo mimi anak dua belas IPA 3 kan?" Tanya sang pria.
Waaah, dia tau gue. Terima kasih oh Tuhan. gue janji entar kalo udah nyampek rumah langsung sholat deh gumam Mimi lagi. Kali ini sambil menggigit kuku,
jempol kaki si pria.
"Iya, kok lo tau?"
"Iya tau lah, lo anak yang kemaren disuruh maju ke depan pas upacara kan?".
Ya ampuuun perhatian banget ini cowok. Gumam Mimi sambil goyang itik.
"Semua orang juga tau keles, waktu itu kan lo satu-satunya cewek yang dateng telat pas upacara bendera" lanjut sang pria.
"Eh, iya juga ya". Ucap mimi sambil mengembang kempiskan hidungnya.
Kampret!! Sialan ni cowok!! Belum juga kenalan udah ngejek gue aja ni. Gumam Mimi dalam hati.
"Kenalin, gue Rendo. Anak dua belas IPS lima".
"Ooh, jadi elo yang namanya Rendo?"
"Kok lo tau gue?"
"Iya tau, soalnya kemaren gue ngeliat lo di TV"
"Haaah iya tah? Dimana?"
"Di trans 7, acara dunia binatang". Jawab Mimi santai sambil tersenyum jahat. Jahaaat banget senyumnya.
Haha mampus lo! Emang lo doang yang bisa ngejek orang (emot melet) batin Mimi dengan penuh kepuasan.
"Hahahahah sialan, lo orangnya humoris juga ya?" Ucap Rendo sambil tertawa terbahak-bahak.
Njir! Ini orang apa bukan si, di ejek bukannya sadar palah sok ngelawak. Ah tapi nggapapa deh, gue lanjutin ngobrol aja. Siapa tau dia mau nganterin gue pulang Ucap Mimi didalam hati yang terdalam.
"Lo kok belum pulang?" Tanya Mimi.
"Iya belum geh, soalnya belum dapet nomor handphone lo"
Mendengar ucapan Rendo Air muka Mimi memerah. Hidungnya kembang kempis. Matanya merem melek. Alisnya naik turun. Bibirnya maju mundur maju mundur, cantik.
"Oh, lo mau minta nomor handphone gue?"
"Iya"
"Ada syaratnya"
"Apa tuh?"
"Lo harus nyanyi lagu balonku dengan huruf konsonan O dulu. Ntar baru gue kasih nomor handphone"
"Haha sialan, lo serius apa?"
"Haha engga-engga becanda geh".
Kenyamanan tumbuh diantara mereka. Mereka mengobrol cukup lama. Mereka saling menggali informasi. Sampai akhirnya Mimi tau kalo Rendo ternyata adalah pria yang sesuai dengan selera para gay. Sampai akhirnya hujan pun berhenti menjatuhkan dirinya dari langit. Kemudian Rendo mengantar Mimi pulang kerumahnya. Malangnya saat mereka sampai didepan gerbang rumah Mimi. Ibunda Mimi sudah stand by diteras rumah. Ibundanya duduk dengan mata tajam dan tanpa membawa senjata tajam. Mimi tidak tahu kalau ibundanya ada di teras rumah. Sebelum Rendo pergi, Mimi sempat memberikan senyum pepsodentnya kepada Rendo. Dan tak mau kalah, Rendo juga balik memberikan senyum delidentnya kepada Mimi.
Begitu masuk gerbang Mimi melihat ibundanya duduk diteras. Ia sedikikit gemetar. Tapi ia beranikan untuk melangkahkan kakinya kebelakang dan kedapan. Sampai akhirnya tibalah Mimi dihadapan ibundanya.
"Siapa itu tadi?!" Bentak ibundanya
"Temen sekolah Mimi ma" ucap Mimi dengan wajah menatap ke lantai dan tangan ditaruh diatas bokong
"Temen apa temen?!"
"Iya mah, temen beneran, suer deh".
"Alaah, ngga usah bohong kamu?! Gini-gini Mama juga pernah muda!"
"Ya kalo pernah Muda harusnya mama pengertian dong"
"Oh! Udah berani ngelawan mama kamu?! Siapa yang ngajarin?!"
"Engga mah engga, tadi (sengaja) keceplosan"
"Yaudah buruan masuk, mandi terus makan. Abis itu kerjain tugas-tugas sekolah kamu!!"
Setelah selesai mendengar ocehan sang ibu, Mimi langsung masuk kedalam rumah dan melaksakan apa yang perintahkan sang ibu, karena baginya perintah ibunya adalah absolut. Hingga sang malampun datang. Dan sesuai judul cerpen ini, hujan juga ikutan datang. Perlahan butiran air hujan mulai membasahi rumput-rumput di halaman rumah Mimi. Mimi melamun sembari menatap butiran air hujan melalui jendela kamarnya. Sebagai seorang gadis remaja, Mimi selalu berharap kalau dia juga bisa merasakan cinta layaknya teman-temannya. Namun apalah daya, Mimi adalah anak tunggal sekaligus anak yatim. Ayahnya meninggal saat ia berumur delapan tahun. Kepergian ayahnya memaksa ibu Mimi melakukan peran ganda dalam keluarga. Yaitu sebagai ibu yang penyayang dan juga sebagai seorang ayah yang keras. Ibu Mimi terlalu obses dengan sosok ayah, sampai-sampai ia lupa kalo ia adalah seorang ibu yang seharusnya penyayang dan lembut. Hingga sekarangpun Mimi merasa telah kehilangan sosok ibu yang penyayang, yang ada baginya sekarang adalah sesosok mahluk betina yang selalu mendidiknya dengan aturan ala paskibra. Tegas dan sok disiplin.
************************
Keesokan harinya, didalam kelas tampak Mimi sedang melamun sembari menggambar huruf M dan R besar besar. Mimi menggambar dibuku catatan biologinya. Huruf M dan huruf R besar yang Mimi gambar dipisah oleh sebuah gambar berbentuk hati yang tak kalah besarnya. Perlahan ia mulai mengarsir gambarannya. Ia mulai mengarsir dengan teliti dan penuh penghayatan. Ia menjaga gambarannya dengan sepenuh hati dan tak akan ia biarkan gambaran sucinya ini ternodai oleh apapun. Sampai akhirnya ia dikejutkan oleh suara seorang pria.
"Ciee, yang terus-terusan kepikiran (indahnya hidup banyak rasa, hanya di good day capucino..o..o..o..o) " ucap Rendo mengejutkan Mimi.
"Eh, elo Ren, ada apa?" Dengan sigap Mimi menutup buku yang ia gambar.
"Haha nggapapa. Gue pengen ke kantin nih, tapi ngga ada temen".
"Terus?"
"Ah, cewek mah ngga peka"
"Haha yaudah deh ayok gue temenin, tapi lo yang bayarin ya?"
"Eh, emang gue ngajakin elo ke kantin?"
"Nah, terus tadi maksud lo bilang ngga peka dan mau pergi ke kantin apa?"
"Gue mau minjem duit sama elo buat ke kantin"
Suasana tiba-tiba hening. Mereka saling beradu mata.
"Hahahah becanda bego, udah ayok otw kantin"
"Kampret!! Rese banget si lo ren"
"Haha gue juga kepengen geh humoris kayak elo".
Perlahan tapi tidak pasti, hubungan Mimi dengan Rendo semakin dekat. Bagi Mimi, Rendo sudah seperti diary yang selalu siap mendengar semua ceritanya. Termasuk cerita mengenai keabsolutan perintah ibundanhya. Dan layaknya diary yang haus akan tulisan sang pemiliknya, Rendo juga dengan sepenuh hati mendengar setiap cerita dari Mimi. Dan semua ini berkat hujan. Berkat hujan mereka jadi sering telfon-telfonan. Berkat hujan mereka jadi semakin dekat. Dan berkat hujan juga mereka jadi sering telfonan di posisi yang sangat dekat.
Perlahan, detik berganti menit. menit berganti jam. jam berganti lagi karena yang lama telah rusak. Sampai akhirnya kedekatan mereka telah berumur satu bulan. Waktu itu ketika hari sabtu, tampak Mimi sedang duduk dikantin berdua bersama Rendo.
"Eh, besok kalo udah lulus lo mau lanjut kemana mi?" Ucap Rendo sembari mengunyah mie pangsit didalam mulutnya.
"Ngga tau juga ini, pengennya si gue di lampung aja".
"Oh, engga kepengen nyoba ke jawa atau kemana gitu?"
"Kayaknya engga deh, kalo elo sendiri? Mau lanjut kemana?"
"Ke hati kamu" sambil mamancungkan kedua bibirnya
Wajah Mimi memerah. alisnya naik turun. matanya merem melek. hidungnya kembang kempis. mulutnya maju mundur maju mundur, cantik.
"Ih, seriusan Rendo" ucam Mimi sambil menepuk lengan Rendo
"Haha, iya iya, kali ini gue serius. kayaknya gue mau ke singapura deh, soalnya gue bosen di Indonesia"
Suasana hening datang kembali. Tak mau kalah, hujan juga datang kembali. Entah kenapa ketika mendengar kalimat itu dari Rendo, badan Mimi langsung lemas. Tubuhnya lunglai, fikirannya kacau, dan kakinya hampir patah.
"Serius?" Ucap Mimi singkat dan penuh tanya
"Kalo yang ini serius Mi".
Hilang sudah harapan Mimi untuk mendapatkan cinta. Sang pangerannya telah memutuskan untuk tinggal diluar indonesia. Dan apalah yang bisa dilakukan oleh seorang Mimi. Tak mungkin ia memohon kepada mamanya untuk kuliah di singapura mengikuti jejak sang pangerannya. Tak mungkin juga ia memaksa Rendo untuk tetap di lampung bersama Mimi. Karena ia tau benar bagaimana posisi mereka sekarang. Dua orang teman yang saling mencintai namun tak sanggup memiliki. Dua orang teman yang saling ingin bersama namun memutuskan untuk tidak berpisah.
Sampai bel sekolahpun tiba. Tak mau kalah, hujan juga tiba lagi. Mimi langsung pulang naik angkot dengan tubuh yang lunglai. Apa yang diucapkam Rendo hari ini benar-benar mempengaruhi kondisi fikiran dan semangat Mimi. Sampai akhirnya dirumah, Mimi langsung meminum Mizone, dan berubah menjadi kesatria semangat. Setibanya dirumah ia melihat ibundanya sedang tertidur dikamar. Lalu perlahan Mimi masuk ke kamar ibunya dan memulai pembicaraan.
"Mama kenapa? Kok tumben jam segini tiduran?"
"Mama lagi sakit nak, badan mama panas dingin, kepala Mama pusing"
"Nah, kok bisa ma? Kok mama mau?"
"Takdir nak"
"Oh, udah pergi kedokter belum ma? Udah minum obat?"
"Udah Mi, yaudah buruan kamu ganti baju dulu, terus mandi, abis itu kamu makan".
"Emang Mama masak? Kan mama lagi sakit?"
"Itu, ada mie pangsit sisa tadi pagi mi"
"Oh, iya udah ma. Mama gws ya" Mimi pergi setelah mencium bibir ibundanya.
Keesokan harinya Mimi terbangun. Setelah selesai melakukan kewajibannya sebagai muslim Mimi langsung memulai kebiasaanya dihari minggu yaitu bersih-bersih rumah. Namun, karena ibunnya sedang sakit, kebiasaan Mimi di minggu ini bertambah satu, yaitu memasak. Dan memasak adalah hal yang absurd bagi Mimi. Ia tak pernah sekalipun diajari hal tentang wanita oleh ibunya, termasuk memasak. Dan sebenarnya ia agak ragu dengan masakannya. Namun, demi kesehatan sang ibunda tercinta ia nekat memasak nasi goreng untuk sarapan. Sekitar jam sembilan setelah selesai bersih-bersih Mimi langsung pergi kedapur untuk memasak. Tak menunggu lama, sekitar jam sepuluh Mimi pergi ke kamar ibundanya untuk memberi sarapan.
"Tok tok tok. Mah, sarapan dulu. Ini Mimi udah siapin nasi goreng" ucap Mimi dari luar pintu kamar.
"Iya masuk aja mi, pintunya engga dikunci." Sahut sang mama. Tak perlu menunggu lama, kini Mimi sudah berada dihadapan sang ibundanya
"Mama sarapan dulu ya, ntar abis sarapan langsung minum obat".
"Iya mi,"
Perlahan Mimi menyuapkan nasi sesendok demi sesendok ke suapan ibunya. Sampai akhirnya, setengah piring nasi goreng masakan Mimi telah selesai dilumat oleh sang ibunda.
"Kamu kok bisa masak seenak ini mi, siapa yang ngajarin?" Tanya sang bunda memecah suasana.
"Majalah gadis mah" jawab Mimi singkat
Ibunda Mimi tersadar kalau putrinya ini telah dewasa. Ia telah tumbuh menjadi seorang gadis yang seksi. Seorang gadis yang perlu tau tentang dunianya. Dan juga seorang gadis yang perlu tau tentang dunia keseksian. Dari situ ibunda Mimi mulai tersadar dan mulai terketuk pintu hatinya. Baginya Mimi yang sekarang adalah kupu-kupu yang baru saja keluar dari kepompong. Yang masih dipenuhi aura kecantikan (Dan mati tujuh minggu kemudian. yah siklus hidup kupu-kupu kan cuma tujuh minggu).
Setelah selesai makan, ibunda Mimi langsung minum. Kemudian ia bertanya kepada Mimi.
"Soal cowok yang waktu itu nganter kamu. Itu beneran temen kamu mi?"
"Ya iya geh ma, kata-kata mamah kan absolute. Jadi kalo mamah bilang Mimi jangan pacaran dulu berarti ya Mimi ngga bakal pacaran dulu".
"Em, gitu" ucap sang Mama sembari mengangguk nganggukan dagunya.
" iya mah"
"Terus kamu ngga pengan pacaran?"
"Em, pengen sih ma"
"Oke, karena Mamah udah liat kedewasaan kamu dan mama yakin sekarang kamu udah bisa jaga diri sendiri. Mulai saat ini kamu boleh pacaran"
"Enelan mah?" Tanya Mimi dengan nada ala empat el empat ye
"Tiyus" jawab sang mama dengan nada ala empat el empat ye jaman dulu.
Mimi langsung memeluk mamanya. Mimi mencium bibir mamanya, dan mama membalas ciuman mimi. Mereka berpelukan sambil berciuman dengan posisi badan Mimi diatas badan sang Mama.
************************
Keesokan harinyapun tiba. Tak mau kalah, hujan juga ikut tiba. Seperti biasanya, Mimi duduk dikantin bersama sang pangeran yang berstatus cuma teman. Mereka berdua makan mie pangsit sambil minum es teh, dengan mulut bagian kanan isinya mie pangsit dan mulut bagian kiri isinya es teh. Mereka mengobrol seperti biasanya dan juga bercanda seperti biasanya. Ditengah obrolan mereka Mimi berkata cukup keras
"Eh, lo tau engga ren?"
"Ih, lo mau ngasih tau apa mau ngasih kuis?
"Dua duanya"
"Yaudah, gue engga tau. Ape emang".
"Gue.... sekarang.. " ucap Mimi dengan pelan dan sangat hati-hati. Dan perlahan Rendo mendekatkan telinganya ke arah Mimi.
"udah... boleh..." lanjut Mimi
"PACARAN!!!!" kata terakhir keluar dari bibir mungil Mimi.
"Haaah? Seius lo?"
"Iya serius lah, kampret!"
"Waah, kalo gitu selamat ya. nih gue kasih hadiah" ucap Rendo sembari menyodorkan sebuah amplop
"Apaan nih?" Tanya Mimi
"Haha, kejutan geh. Coba buka aja"
Dengan pelan dan sangat hati-hati Mimi membuka amplom dari Rendo. Dan setelah terbuka ternyata isi amplop tersebut adalah sebuah kertas berisi gambaran huruf M dan R yang dipisah dengan gambar hati ditengahnya.
"Naah, dari mana lo dapet ini ren?" Tanya Mimi.
"Dari buku catetan biologi lo yang gue pinjem minggu lalu". Jawab Rendo
Mimi tersenyum simpul dengan pipi yang mulai memerah.
"jangan liat gambarnya doang dong. Coba liat tulisan dibaliknya". Lanjut Rendo
"Emang ada apaan?"
"Udah deh, coba balik aja"
Dan ketika Mimi membalik kertasnya, tampak sebuah tulisan besar besar.
WOULD YOU BE MY GIRLFRIEND???
Mimi diam sejenak. Ia menatap mata Rendo. Rendo membalas tatapan Mimi. Dan akhirnya mereka tatap-tatapan mata.
"Ini serius?" Tanya Mimi
"Satu triliyun rius" jawab Rendo dengan suara mantap.
"Tapi kan katanya lo mau kuliah di singapur?"
"Haha ya gue pas itu becanda geh. Pengen ngeliat aja ekspresi lo gimana"
"Bangke!!! Kampret!!! Sialan lo ren!!! Iya gue mau jadi girlfriend lo!!!" Mimi berteriak keras dikantin. Dan spontan semua orang yang dikantin memberikan tepuk tangan yang sangat meriah,
Buat penulis.
Oke, beginilah kisah Mimi, Rendo, dan hujan, yang disatukan oleh suatu hal paling absurd dan paling ajaib didunia, yaitu CINTA. sekian dulu dari gue. Semoga menghibur.